TERIMA KASIH SEKOLAH, AKU TAK PANDAI BERPIKIR
Kata Kunci:
sekolah, kumpulan puisiSinopsis
Pendidikan: Antara Mimpi dan Ironi
Sekolah seharusnya menjadi tempat belajar, tetapi mengapa lebih sering terasa seperti penjara?
Guru katanya pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi mengapa justru terkekang birokrasi dan administratif?
Murid digadang-gadang sebagai generasi emas, tetapi mengapa kreativitas dan pikirannya dipaksa seragam?
Ujian disebut sebagai alat evaluasi, tetapi mengapa lebih sering terasa seperti vonis tanpa keadilan?
Buku ini bukan sekadar kumpulan puisi, melainkan suara yang telah lama terpendam.
Dalam satire yang tajam dan lirih, tiap baitnya menggambarkan kegelisahan mereka yang hidup dalam sistem pendidikan yang absurd.
Di balik aturan dan kebijakan yang dibuat atas nama kemajuan, ada guru yang kehilangan daya, ada murid yang kehilangan arah, dan ada pemerintah yang—entah lupa atau sengaja—menutup mata.
Jika pendidikan adalah pintu menuju masa depan, apakah kita benar-benar membukanya, atau justru menguncinya dengan kepentingan segelintir orang?
Bab
-
TESTIMONI
-
KATA SAMBUTAN
-
KATA PENGANTAR
-
SEKAPUR SIRIH
-
PENGANTAR 1 : Murid dan Gurunya (Sebuah Cerminan)
-
Anak Maunya Bebas, Orang Tua Jadi Bebas Tugas
-
Murid Maunya Enak, Guru Selalu Salah
-
Wahai Guru, Kau Ini Bagaimana?
-
Kau Segalanya Bagiku?
-
Dengarlah Nasihat Gurumu, Muridku
-
Kau Layak Digugu dan Ditiru
-
Hikayat Murid dan Guru
-
Jangan Salahkan Guru
-
Murid Zaman Kini
-
Generasi Copy-Paste
-
Sekolah yang Ditinggal Akhlak
-
PENGANTAR 2 : Guru dan Bayangannya Sendiri
-
Sosok Bijaksana Tanpa Tanda Jasa?
-
Rupawan dalam Penghormatan, Lusuh dalam Kenyataan
-
Berbelit, Sulit Menyata
-
Menutupi Cela Diri
-
Aku Adalah Guru
-
Pesan Wali Murid pada Guru
-
Pena Tua
-
Sekolah di Negeri yang Lupa
-
Guru-Guru yang Kehilangan Suara
-
Kurikulum Kembang Gula
-
Pendidikan: Antara Mimpi dan Ironi
-
PROFIL PENULIS
Downloads
